ABSTRAK
Latar belakang.
Kerokan adalah suatu pengobatan tradisional Jawa dengan cara menekan dan
menggeserkan mata uang logam pada tubuh berulang-ulang dengan cairan yang licin
sehingga terjadi warna merah. Pengobatan ini dipercaya bermanfaat untuk keadaan
yang oleh masyarakat awam disebut “masuk angin”yang ditandai dengan perut
kembung,hidung berair, pegal linu, nyeri kepala dan sebagainya. Pengobatan ini
ternyata tidak hanya dimanfaatkan di Jawa saja melainkan oleh sebagian besar
masyarakat Asia Tenggara. Mengingat luasnya pemanfaatan cara ini di masyarakat
maka perlu penelitian reaksi dan adakah kerusakan pada kulit akibat tekanan dan
geseran yang berulang-ulang pada kerokan.
Metode:
penelitian deskriptif eksploratif dengan sampel peneliti sendiri, bahan
penelitian adalah jaringan biopsy kulit sesudah kerokan. Bahan diwarnai dengan
pengecatan SL kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400X.
Hasil: 1. erosi pada stratum corneum,
2. udem jaringan subepitel 3. kapiler melebar, 4. sebukan ringan sel inflamasi,
5. eritrosit ekstravaskuler.
Simpulan: 1.
pada kerokan terjadi reaksi inflamasi, 2. tidak terdapat kerusakan kulit pada
kerokan.
Kata kunci:
Kerokan, biopsi kulit, reaksi inflamasi
PENDAHULUAN
Sejak
ribuan tahun yang lalu telah dikenal cara pengobatan menggunakan sentuhan,
tekanan dan tusukan di permukaan tubuh yang dapat memberi kesembuhan berbagai
macam penyakit.1 Bangsa Indonesia mempunyai beragam pengobatan tradisional;
salah satunya adalah kerokan, khususnya di kalangan masyarakat di Jawa. Kerokan
adalah suatu metoda pengobatan dengan cara menekan dan menggeserkan benda
tumpul (biasanya uang logam) secara berulangulang di permukaan kulit sampai
terjadi bilur-bilur berwarna merah.1 Dalam melakukan kerokan tersebut
diperlukan
cairan yang berfungsi sebagai pelicin misalnya minyak herbal, skin lotion,
balsem.2
Pengobatan
ini ternyata tidak hanya dikenal di lingkungan masyarakat Jawa tetapi menyebar
ke daerahdaerah lain di Indonesia; bahkan sebagian besar budaya Asia Tenggara
mempercayai efek penyembuhan pengobatan ini.3,4 Di Vietnam pengobatan ini
disebut Cao Gio,5,6,7 di Kamboja disebut Goh Kyol (rubbing the wind). Kyol
sendiri diartikan sebagai wind illnes atau masuk angin.2,8 Di Cina disebut Gua
Sha, Gua berarti menggosok (scraping) sedangkan Sha berarti racun (toksin).9 Di
Cina kerokan tidak menggunakan uang logam tetapi batu Jade sehingga disebut Jade
stone therapy yang diindikasikan untuk pengobatan osteoporosis, nyeri bahu,
nyeri punggung, nyeri sendi, lumbago, skiatika, fibromialgi, migren, cedera
olahraga dan lain-lain.1 Di Cina terdapat ribuan pengobat jade stone karena
merupakan pengobatan rakyat, dan dapat menurunkan health care cost.10
Di
Barat kerokan disebut coining atau coin rubbing.5,11 karena pada awalnya yang
mereka ketahui pengobatan ini menggunakan mata uang logam yang dicelupkan kedalam
air atau anggur.1 Di Jawa kerokan merupakan suatu pengobatan yang dilakukan
pada kondisi khusus yang disebut masuk angin. Masyarakat awam menggunakan
istilah masuk angin untuk menggambarkan berbagai keadan yang berhubungan dengan
rasa tidak enak badan seperti perut kembung, pegal linu, batuk pilek, sakit
kepala dan lain-lain.12,13 Bagian tubuh yang dikerok biasanya adalah punggung,
leher belakang, dada, lengan dan kadang tungkai atas. Di punggung dilakukan di
sisi kanan dan kiri tulang belakang dari atas ke bawah, ke mudian menyamping
dari tengah ke tepi, di bagian leher belakang dilakukan dari atas ke bawah dan
di daerah dada dilakukan dari tengah ke tepi. Kerokan tidak menyebabkan rasa
sakit jika dilakukan dengan benar, warna merah yang terjadi dapat dipakai
sebagai pengukur berat ringannya masuk angin, makin merah warnanya makin berat
derajat sakitnya.6 Pengobatan ini memberi hasil yang sangat mengagumkan karena bekerja
melalui bermacam-macam sistem antara lain kulit, otot, pembuluh darah, saraf,
limfa, sistem imun dan meridian.6
Hasil
survei pada 390 responden di kota Solo menunjukkan bahwa masih banyak
masyarakat (87%) dari golongan bawah sampai bangsawan yang memanfaatkan dan
merasakan kegunaan pengobatan ini dan penggunanya biasanya akan ketagihan.14
Mengingat
luasnya pemanfaatan pengobatan ini di masyarakat maka perlu penelitian reaksi
apa yang terjadi dan adakah kerusakan pada kulit akibat tekanan dan geseran
yang berulang pada kerokan.
METODOLOGI
Tempat
penelitan di Klinik Padma dan laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
UNS pada September 2004 atas peneliti sendiri. Dilakukan kerokan di lengan atas
peneliti menggunakan mata uang logam (benggol) dengan pelicin mi-nyak kelapa. Satu
jam kemudian dilakukan biopsi oleh seorang dokter spesialis kulit dengan cara Punch
Biopsy dengan diameter 8 mm sedalam 5 mm. Spesimen berupa jaringan biopsi kulit
sesudah dilakukan kerokan dikirim ke Laboratorium Patologi UNS Cara membuat
sediaan :
1.
Spesimen difiksasi dengan phosphate buffer saline dengan pH 7
2.
Diproses secara paraffin embedded tissue
3.
Dipotong dengan mikrotom 3 mikron
4.
Dicat dengan pewarna rapid ST (PT ST Reagensia Jakarta) yang terdiri dari:
a. larutan fiksatif selama 20 menit
b. larutan eosin selama 2 menit
c. larutan metilen blue selama 2 menit
5.
Dicuci dengan air mengalir untuk meringankan warna
6.
Dicelup ke dalam alkohol 70% selama 5 menit
7.
Dicelup ke dalam alkohol 90% selama 5 menit
8.
Dicelup ke dalam alkohol 96% selama 5 menit
9.
Dicelupkan dalam xylen selama 5 menit
10.Dilakukan
penutupan (mounting)
11.Diamati
di bawah mikroskop Olympus dengan kamera dp 70 dengan pembesaran 400x
HASIL
PENELITIAN
Gambar
1: Hasil pemeriksaan histopatologi pada biopsi kulit sesudah kerokan
Gambar
2 : Makrofag yang sedang fagositosis
Gambar
3 : Sel inflamasi dan sel yang mati
Hasil
pemeriksaan dapat dirangkum sebagai berikut :
1.
Terdapat erosi pada stratum corneum dari epidermis
2.
Jaringan sub epitel sembab (udem).
3.
Kapiler melebar (vasodilatasi).
4.
Sebukan ringan sel inflamasi.
5.
Sel eritrosit extravaskuler.
6.
Debris dari sel mati.
PEMBAHASAN
Kerokan
adalah suatu cara pengobatan tradisional Indonesia khususnya di Jawa, yanv juga
dikenal di Asia Tenggara antara lain di Vietnam, Thailand, Kamboja dan Cina;
bahkan warga Asia di Amerika dilaporkan masih melakukan pengobatan ini. Banyak
kasus anak-anak di Amerika yang dilaporkan oleh guru, pelatih renang,
instruktur olah raga, pekerja kesehatan sebagai penganiayaan (abuse ).15
Praktek
Cao Gio (kerokan) di kalangan populasi Asia Tenggara (Vietnam, Cambodia, Laos)
di Amerika mengundang perdebatan dan oleh tenaga kesehatan Amerika dikatakan
bahwa tindakan ini adalah abuse.16
Pada
kerokan memang terjadi warna merah pada kulit, tetapi jangan dikacaukan dengan
kelainan perdarahan (17) dan jangan dituduh sebagai abuse tanpa penelitian
kultural yang mendalam.18 Banyak orang dewasa dan anak-anak menyukai pengobatan
ini; kerokan yang benar tidak menyebabkan rasa sakit bahkan nyaman.8
Hasil
penelitian jaringan biopsi kulit sesudah kerokan mendapatkan ekskoriasi stratum
korneum epidermis, sembab jaringan sub epitel, kapiler melebar, sebukan ringan
sel limfosit dan monosit, sel eritrosit perivaskular, tampak pula sel-sel mati
(debris). Tanda-tanda tersebut di atas merupakan suatu reaksi inflamasi.19
Inflamasi
adalah reaksi jaringan yang mempunyai vaskularisasi terhadap jejas, merupakan
suatu proses kompleks meliputi perubahan pembuluh darah, perubahan jaringan
ikat dan interaksi berbagai jenis sel.19-,22 Inflamasi bertujuan untuk
menetralisir agen penyebab jejas dan membersihkan jaringan yang mati; jadi
inflamasi merupakan salah satu komponen penyembuhan
sebab
ia menyiapkan jaringan terjejas untuk proses penyembuhan.23,24,25
Inflamasi
akut merupakan jawaban atau respon langsung dan dini terhadap agen jejas.
Respon ini relative singkat, hanya berlangsung beberapa jam atau hari. Karena
kedua komponen utama pertahanan tubuh yaitu antibodi dan leukosit terdapat
dalam aliran darah, maka tidak mengherankan bahwa fenomena vascular berperan
penting pada proses inflamasi.21,23
Inflamasi
memiliki 3 komponen penting:
1.
Perubahan diameter pembuluh darah yang berakibat meningkatnya aliran darah
2.
Perubahan struktural pada pembuluh darah mikro yang memungkinkan protein plasma
dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah
3.
Agregasi leukosit di lokasi jejas Pada proses inflamasi akut akan diproduksi
berbagai macam mediator kimia, meskipun jenis jejas berbeda dan jaringan yang
terkena berbeda, mediator yang dilepaskan sama, sehingga respon terhadap
inflamasi tampaknya stereotip. Jadi infeksi yang disebabkan oleh kuman; jejas
panas, dingin, radiasi, listrik , bahan kimia dan trauma mekanik, akan memberi
reaksi inflamasi segera yang sama. Meskipun pada dasarnya proses inflamasi itu
stereotip, intensitas dan luasnya tergantung pada derajat parahnya jejas dan
kemampuan bereaksi tuan rumah. Inflamasi akut dapat terbatas pada tempat jejas
dan menimbulkan tanda dan gejala okal
atau dapat ekstensif dan menyebabkan tanda dan gejala sistemik.23
1. Erosi stratum korneum epidermis
Erosi disebabkan jejas
mekanik uang logam yang digunakan pada kerokan. Keadaan ini terbatas hanya di
stratum korneum saja, karena pada proses pengobatan ini dipergunakan cairan
pelicin.
2. Udem jaringan sub epitel
Segera setelah jejas,
terjadi dilatasi arteriol lokal yang didahului oleh vasokonstriksi singkat.
Sfingter prakapiler membuka menyebabkan peningkatan aliran darah kapiler.
Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir
deras. Dengan demikian jaringan mikrovaskular di lokasi jejas melebar berisi
darah yang terbendung.26
Bertambahnya aliran
darah pada tahap awal akan disusul dengan perlambatan aliran darah, perubahan
tekanan darah intravaskular dan perubahan dinding pembuluh darah. Venula dan
kapiler bertambah permeabel menyebabkan keluarnya cairan plasma ke jaringan.
Hal ini akan meningkatkan viskositas darah sehingga sel darah menggumpal dan
tahanan terhadap aliran darah naik, oleh sebab itu aliran darah yang keluar
dari tempat jejas akan terhalang dan menambah stasis. Berkurangnya aliran darah
keluar bersamaan dengan meningkatnya aliran darah masuk dari arteriol
meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler dan venula. Tekanan yang tinggi ini
akan mendesak cairan ke luar ke jaringan intertisial sehingga terjadi udem.22,23
3. Kapiler melebar
Respon vaskular di
tempat jejas merupakan dasar untuk reaksi inflamasi akut. Tanpa pasokan darah yang
memadai, jaringan tidak dapat memberi reaksi inflamasi. Vasodilatasi kapiler
dipengaruhi terutama oleh mediator kimia antara lain aminvasoaktif, protease plasma,
sistem komplemen metabolik asam arakidonat. 22,23 Perubahan pembuluh darah
tergantung pada derajat keparahan jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam
beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30
menit.23,25
4. Sebukan sel inflamasi
Penimbunan leukosit
terutama neutrofil dan monosit di lokasi jejas merupakan aspek terpenting
reaksi inflamasi. Leukosit mampu melahap bahan bersifat asing termasuk bakteri
dan sel debris.20
Dalam fokus radang awal
bendungan sirkulasi mikro menyebabkan sel darah merah menggumpal dan membentuk
agregat yang lebih besar daripada leukosit sehingga massa sel darah merah ini
akan terdapat di bagian tengah aliran aksial dan sel-sel darah putih pindah ke
marginal, kemudian sel darah putih akan menjulurkan pseudopod di antara sel-sel
endothelial dan bermigrasi keluar dari dinding sel.21,23 Neutrofil merupakan
sel pertama yang tampak di ruang perivaskular, disusul oleh monosit (setelah
keluar dari lumen pembuluh darah, monosit disebut makrofag atau histiosit).22,23
5. Eritrosit ekstravaskular
Proses perpindahan
leukosit keluar dari pembuluh darah melalui pertemuan (junction) antar sel
endotel, walaupun pelebaran pertemuan antar sel (di bawah pengaruh
aminvasoaktif) memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup
sendiri melalui pertemuan antar sel endotel yang tertutup tanpa perubahan nyata
psedopodnya. Selama migrasi melalui dinding pembuluh darah leukosit sementara
berhenti di bawah membrana basalis, kemudian segera melintas masuk ke dalam
ruangan intersisial.21,22,23,25
Kadang eritrosit ikut
menerobos dinding pembuluh darah mengikuti leukosit. Gerakan eritrosit ini
disebut diapedesis (berjalan di antaranya), bersifat pasif akibat tekanan
hidrostatik. Jadi diapedesis eritrosit merupakan fenomena pasif sedangkan
emigrasi leukosit merupakan proses aktif yang memerlukan energi.23
SIMPULAN
1.
Pada pengobatan kerokan terjadi reaksi inflamasi
2.
Tidak terdapat kerusakan pada kulit
Sumber :
Hasil Penelitian dari
Didik Gunawan Tamtomo
Lab Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta
Cermin Dunia Kedokteran (CDK),Volum 35 No. 1, Januari-Februari 2008, halaman 28.
0 komentar:
Posting Komentar