Jumat, 05 Oktober 2012

Gambaran Histopatologi Kulit pada Pengobatan Tradisional Kerokan



ABSTRAK
Latar belakang. Kerokan adalah suatu pengobatan tradisional Jawa dengan cara menekan dan menggeserkan mata uang logam pada tubuh berulang-ulang dengan cairan yang licin sehingga terjadi warna merah. Pengobatan ini dipercaya bermanfaat untuk keadaan yang oleh masyarakat awam disebut “masuk angin”yang ditandai dengan perut kembung,hidung berair, pegal linu, nyeri kepala dan sebagainya. Pengobatan ini ternyata tidak hanya dimanfaatkan di Jawa saja melainkan oleh sebagian besar masyarakat Asia Tenggara. Mengingat luasnya pemanfaatan cara ini di masyarakat maka perlu penelitian reaksi dan adakah kerusakan pada kulit akibat tekanan dan geseran yang berulang-ulang pada kerokan.
Metode: penelitian deskriptif eksploratif dengan sampel peneliti sendiri, bahan penelitian adalah jaringan biopsy kulit sesudah kerokan. Bahan diwarnai dengan pengecatan SL kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400X. 
Hasil: 1. erosi pada stratum corneum, 2. udem jaringan subepitel 3. kapiler melebar, 4. sebukan ringan sel inflamasi, 5. eritrosit ekstravaskuler.
Simpulan: 1. pada kerokan terjadi reaksi inflamasi, 2. tidak terdapat kerusakan kulit pada kerokan.
Kata kunci: Kerokan, biopsi kulit, reaksi inflamasi


PENDAHULUAN
Sejak ribuan tahun yang lalu telah dikenal cara pengobatan menggunakan sentuhan, tekanan dan tusukan di permukaan tubuh yang dapat memberi kesembuhan berbagai macam penyakit.1 Bangsa Indonesia mempunyai beragam pengobatan tradisional; salah satunya adalah kerokan, khususnya di kalangan masyarakat di Jawa. Kerokan adalah suatu metoda pengobatan dengan cara menekan dan menggeserkan benda tumpul (biasanya uang logam) secara berulangulang di permukaan kulit sampai terjadi bilur-bilur berwarna merah.1 Dalam melakukan kerokan tersebut
diperlukan cairan yang berfungsi sebagai pelicin misalnya minyak herbal, skin lotion, balsem.2
Pengobatan ini ternyata tidak hanya dikenal di lingkungan masyarakat Jawa tetapi menyebar ke daerahdaerah lain di Indonesia; bahkan sebagian besar budaya Asia Tenggara mempercayai efek penyembuhan pengobatan ini.3,4 Di Vietnam pengobatan ini disebut Cao Gio,5,6,7 di Kamboja disebut Goh Kyol (rubbing the wind). Kyol sendiri diartikan sebagai wind illnes atau masuk angin.2,8 Di Cina disebut Gua Sha, Gua berarti menggosok (scraping) sedangkan Sha berarti racun (toksin).9 Di Cina kerokan tidak menggunakan uang logam tetapi batu Jade sehingga disebut Jade stone therapy yang diindikasikan untuk pengobatan osteoporosis, nyeri bahu, nyeri punggung, nyeri sendi, lumbago, skiatika, fibromialgi, migren, cedera olahraga dan lain-lain.1 Di Cina terdapat ribuan pengobat jade stone karena merupakan pengobatan rakyat, dan dapat menurunkan health care cost.10
Di Barat kerokan disebut coining atau coin rubbing.5,11 karena pada awalnya yang mereka ketahui pengobatan ini menggunakan mata uang logam yang dicelupkan kedalam air atau anggur.1 Di Jawa kerokan merupakan suatu pengobatan yang dilakukan pada kondisi khusus yang disebut masuk angin. Masyarakat awam menggunakan istilah masuk angin untuk menggambarkan berbagai keadan yang berhubungan dengan rasa tidak enak badan seperti perut kembung, pegal linu, batuk pilek, sakit kepala dan lain-lain.12,13 Bagian tubuh yang dikerok biasanya adalah punggung, leher belakang, dada, lengan dan kadang tungkai atas. Di punggung dilakukan di sisi kanan dan kiri tulang belakang dari atas ke bawah, ke mudian menyamping dari tengah ke tepi, di bagian leher belakang dilakukan dari atas ke bawah dan di daerah dada dilakukan dari tengah ke tepi. Kerokan tidak menyebabkan rasa sakit jika dilakukan dengan benar, warna merah yang terjadi dapat dipakai sebagai pengukur berat ringannya masuk angin, makin merah warnanya makin berat derajat sakitnya.6 Pengobatan ini memberi hasil yang sangat mengagumkan karena bekerja melalui bermacam-macam sistem antara lain kulit, otot, pembuluh darah, saraf, limfa, sistem imun dan meridian.6
Hasil survei pada 390 responden di kota Solo menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat (87%) dari golongan bawah sampai bangsawan yang memanfaatkan dan merasakan kegunaan pengobatan ini dan penggunanya biasanya akan ketagihan.14
Mengingat luasnya pemanfaatan pengobatan ini di masyarakat maka perlu penelitian reaksi apa yang terjadi dan adakah kerusakan pada kulit akibat tekanan dan geseran yang berulang pada kerokan.

METODOLOGI
Tempat penelitan di Klinik Padma dan laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UNS pada September 2004 atas peneliti sendiri. Dilakukan kerokan di lengan atas peneliti menggunakan mata uang logam (benggol) dengan pelicin mi-nyak kelapa. Satu jam kemudian dilakukan biopsi oleh seorang dokter spesialis kulit dengan cara Punch Biopsy dengan diameter 8 mm sedalam 5 mm. Spesimen berupa jaringan biopsi kulit sesudah dilakukan kerokan dikirim ke Laboratorium Patologi UNS Cara membuat sediaan :
1. Spesimen difiksasi dengan phosphate buffer saline dengan pH 7
2. Diproses secara paraffin embedded tissue
3. Dipotong dengan mikrotom 3 mikron
4. Dicat dengan pewarna rapid ST (PT ST Reagensia Jakarta) yang terdiri dari:
a. larutan fiksatif selama 20 menit
b. larutan eosin selama 2 menit
c. larutan metilen blue selama 2 menit
5. Dicuci dengan air mengalir untuk meringankan warna
6. Dicelup ke dalam alkohol 70% selama 5 menit
7. Dicelup ke dalam alkohol 90% selama 5 menit
8. Dicelup ke dalam alkohol 96% selama 5 menit
9. Dicelupkan dalam xylen selama 5 menit
10.Dilakukan penutupan (mounting)
11.Diamati di bawah mikroskop Olympus dengan kamera dp 70 dengan pembesaran 400x

HASIL PENELITIAN

Gambar 1: Hasil pemeriksaan histopatologi pada biopsi kulit sesudah kerokan
Gambar 2 : Makrofag yang sedang fagositosis
Gambar 3 : Sel inflamasi dan sel yang mati
Hasil pemeriksaan dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Terdapat erosi pada stratum corneum dari epidermis
2. Jaringan sub epitel sembab (udem).
3. Kapiler melebar (vasodilatasi).
4. Sebukan ringan sel inflamasi.
5. Sel eritrosit extravaskuler.
6. Debris dari sel mati.

PEMBAHASAN
Kerokan adalah suatu cara pengobatan tradisional Indonesia khususnya di Jawa, yanv juga dikenal di Asia Tenggara antara lain di Vietnam, Thailand, Kamboja dan Cina; bahkan warga Asia di Amerika dilaporkan masih melakukan pengobatan ini. Banyak kasus anak-anak di Amerika yang dilaporkan oleh guru, pelatih renang, instruktur olah raga, pekerja kesehatan sebagai penganiayaan (abuse ).15
Praktek Cao Gio (kerokan) di kalangan populasi Asia Tenggara (Vietnam, Cambodia, Laos) di Amerika mengundang perdebatan dan oleh tenaga kesehatan Amerika dikatakan bahwa tindakan ini adalah abuse.16
Pada kerokan memang terjadi warna merah pada kulit, tetapi jangan dikacaukan dengan kelainan perdarahan (17) dan jangan dituduh sebagai abuse tanpa penelitian kultural yang mendalam.18 Banyak orang dewasa dan anak-anak menyukai pengobatan ini; kerokan yang benar tidak menyebabkan rasa sakit bahkan nyaman.8
Hasil penelitian jaringan biopsi kulit sesudah kerokan mendapatkan ekskoriasi stratum korneum epidermis, sembab jaringan sub epitel, kapiler melebar, sebukan ringan sel limfosit dan monosit, sel eritrosit perivaskular, tampak pula sel-sel mati (debris). Tanda-tanda tersebut di atas merupakan suatu reaksi inflamasi.19
Inflamasi adalah reaksi jaringan yang mempunyai vaskularisasi terhadap jejas, merupakan suatu proses kompleks meliputi perubahan pembuluh darah, perubahan jaringan ikat dan interaksi berbagai jenis sel.19-,22 Inflamasi bertujuan untuk menetralisir agen penyebab jejas dan membersihkan jaringan yang mati; jadi inflamasi merupakan salah satu komponen penyembuhan
sebab ia menyiapkan jaringan terjejas untuk proses penyembuhan.23,24,25
Inflamasi akut merupakan jawaban atau respon langsung dan dini terhadap agen jejas. Respon ini relative singkat, hanya berlangsung beberapa jam atau hari. Karena kedua komponen utama pertahanan tubuh yaitu antibodi dan leukosit terdapat dalam aliran darah, maka tidak mengherankan bahwa fenomena vascular berperan penting pada proses inflamasi.21,23
Inflamasi memiliki 3 komponen penting:
1. Perubahan diameter pembuluh darah yang berakibat meningkatnya aliran darah
2. Perubahan struktural pada pembuluh darah mikro yang memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah
3. Agregasi leukosit di lokasi jejas Pada proses inflamasi akut akan diproduksi berbagai macam mediator kimia, meskipun jenis jejas berbeda dan jaringan yang terkena berbeda, mediator yang dilepaskan sama, sehingga respon terhadap inflamasi tampaknya stereotip. Jadi infeksi yang disebabkan oleh kuman; jejas panas, dingin, radiasi, listrik , bahan kimia dan trauma mekanik, akan memberi reaksi inflamasi segera yang sama. Meskipun pada dasarnya proses inflamasi itu stereotip, intensitas dan luasnya tergantung pada derajat parahnya jejas dan kemampuan bereaksi tuan rumah. Inflamasi akut dapat terbatas pada tempat jejas dan menimbulkan tanda dan gejala  okal atau dapat ekstensif dan menyebabkan tanda dan gejala sistemik.23
1. Erosi stratum korneum epidermis
Erosi disebabkan jejas mekanik uang logam yang digunakan pada kerokan. Keadaan ini terbatas hanya di stratum korneum saja, karena pada proses pengobatan ini dipergunakan cairan pelicin.
2. Udem jaringan sub epitel
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang didahului oleh vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka menyebabkan peningkatan aliran darah kapiler. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian jaringan mikrovaskular di lokasi jejas melebar berisi darah yang terbendung.26
Bertambahnya aliran darah pada tahap awal akan disusul dengan perlambatan aliran darah, perubahan tekanan darah intravaskular dan perubahan dinding pembuluh darah. Venula dan kapiler bertambah permeabel menyebabkan keluarnya cairan plasma ke jaringan. Hal ini akan meningkatkan viskositas darah sehingga sel darah menggumpal dan tahanan terhadap aliran darah naik, oleh sebab itu aliran darah yang keluar dari tempat jejas akan terhalang dan menambah stasis. Berkurangnya aliran darah keluar bersamaan dengan meningkatnya aliran darah masuk dari arteriol meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler dan venula. Tekanan yang tinggi ini akan mendesak cairan ke luar ke jaringan intertisial sehingga terjadi udem.22,23
3. Kapiler melebar
Respon vaskular di tempat jejas merupakan dasar untuk reaksi inflamasi akut. Tanpa pasokan darah yang memadai, jaringan tidak dapat memberi reaksi inflamasi. Vasodilatasi kapiler dipengaruhi terutama oleh mediator kimia antara lain aminvasoaktif, protease plasma, sistem komplemen metabolik asam arakidonat. 22,23 Perubahan pembuluh darah tergantung pada derajat keparahan jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30 menit.23,25
4. Sebukan sel inflamasi
Penimbunan leukosit terutama neutrofil dan monosit di lokasi jejas merupakan aspek terpenting reaksi inflamasi. Leukosit mampu melahap bahan bersifat asing termasuk bakteri dan sel debris.20
Dalam fokus radang awal bendungan sirkulasi mikro menyebabkan sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat yang lebih besar daripada leukosit sehingga massa sel darah merah ini akan terdapat di bagian tengah aliran aksial dan sel-sel darah putih pindah ke marginal, kemudian sel darah putih akan menjulurkan pseudopod di antara sel-sel endothelial dan bermigrasi keluar dari dinding sel.21,23 Neutrofil merupakan sel pertama yang tampak di ruang perivaskular, disusul oleh monosit (setelah keluar dari lumen pembuluh darah, monosit disebut makrofag atau histiosit).22,23
5. Eritrosit ekstravaskular
Proses perpindahan leukosit keluar dari pembuluh darah melalui pertemuan (junction) antar sel endotel, walaupun pelebaran pertemuan antar sel (di bawah pengaruh aminvasoaktif) memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar sel endotel yang tertutup tanpa perubahan nyata psedopodnya. Selama migrasi melalui dinding pembuluh darah leukosit sementara berhenti di bawah membrana basalis, kemudian segera melintas masuk ke dalam ruangan intersisial.21,22,23,25
Kadang eritrosit ikut menerobos dinding pembuluh darah mengikuti leukosit. Gerakan eritrosit ini disebut diapedesis (berjalan di antaranya), bersifat pasif akibat tekanan hidrostatik. Jadi diapedesis eritrosit merupakan fenomena pasif sedangkan emigrasi leukosit merupakan proses aktif yang memerlukan energi.23

SIMPULAN
1. Pada pengobatan kerokan terjadi reaksi inflamasi
2. Tidak terdapat kerusakan pada kulit

Sumber :
Hasil Penelitian dari 
Didik Gunawan Tamtomo
Lab Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta
Cermin Dunia Kedokteran (CDK),Volum 35 No. 1, Januari-Februari 2008, halaman 28.



0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More